Rahasia Pendekar

    Featured Posts

Koneksi Antar Materi Computational Thinking Topik 2 PPG Prajabatan

 1. Tuliskan contoh-contoh hubungan CT dengan kehidupan sehari-hari anda!


Computational thinking sangat berhubungan dalam kehidupan sehari-hari untuk menyelesaikan masalah atau persoalan agar lebih efektif dan efisien, karena dengan CT kita akan terbiasa untuk mencari dan membentuk pola solusi.
Contoh: membuat jus, memasak nasi, mencuci pakaian

2. Menurut pendapat Anda, dapatkah CT diterapkan pada mata pelajaran yang akan Anda ajar? Penerapan CT dapat dilakukan baik pada metode atau bentuk pengajaran, soal-soal, atau aktivitas lainnya di dalam kelas.
Menurut saya, CT computational thinking dalam kurikulum merdeka jenjang SD yaitu dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika dan IPAS.
Siswa yang belajar dimana CT diterapkan dalam kurikulum (proses pembelajaran) dapat mulai melihat hubungan antara mata pelajaran, serta antara kehidupan di dalam dengan di luar kelas. Karakteristik Berpikir Komputasi (CT) merumuskan masalah dengan menguraikan masalah tersebut ke segmen yang lebih kecil dan lebih mudah dikelola. Strategi ini memungkinkan siswa untuk mengubah masalah yang kompleks menjadi beberapa prosedur atau langkah yang tidak hanya lebih mudah untuk dilaksanakan, akan tetapi juga menyediakan cara yang efisien untuk berpikir kreatif.

Contoh:
IPAS Materi Tulang Daun
-dekomposisi (decomposition): mencari daun yang memiliki struktur tulang daun yang mirip atau bahkan sama.
-pengenalan pola (pattern revognition): mencari daun yang memiliki kemiripan tulang daun.
-algoritma (algorithm): pengulangan langkah-langkah untuk mencari daun yang memiliki struktur tulang yang sama lainnya. Dengan menerapkan algoritma tersebut maka seluruh daun yang terkumpul sudah dapat dikelompokkan berdasarkan struktur tulang daunnya.
-abstraksi (abtraction): Dari kelompok yang ada, Langkah berikutnya siswa diminta untuk mendeskripsikan jenis-jenis struktur tulang daun yang ditemukan. Sekaligus siswa diminta menyebutkan tanaman apa saja yang memiliki struktur tulang daun yang sama/mirip tersebut! Deskripsi ini dapat menghilangkan atau mengabaikan perbedaan yang ditemui dari masing-masing daun. Menghilangkan perbedaan untuk menemukan kesamaan dari daun-daun tersebut disebut dengan abstraksi (abtraction)

Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) PTN 2023

 

Pangkalan Data Sekolah dan Siswa (PDSS)

 
  1. PDSS merupakan basis data yang berisikan rekam jejak kinerja sekolah dan nilai rapor siswa yang eligible mendaftar.
  2. PDSS mengakomodasi Kurikulum Nasional 2006 KTSP dan Kurikulum 2013 (Sistem Paket dan SKS). Sekolah yang tidak menggunakan kurikulum nasional tidak diperbolehkan mendaftar PDSS.
  3. Untuk tahun ajaran dan tingkat yang sama, PDSS mengakomodasi perbedaan kurikulum antara semester ganjil dan genap.
  4. Pengisian PDSS dilakukan oleh sekolah dan kebenaran data yang diisikan menjadi tanggung jawab Kepala Sekolah.

Persyaratan Sekolah

 
  1. SMA/MA/SMK yang mempunyai NPSN.
  2. Ketentuan Akreditasi:
    1. Akreditasi A: 40 % terbaik di sekolahnya
    2. Akreditasi B: 25 % terbaik di sekolahnya
    3. Akreditasi C dan lainnya: 5% terbaik di sekolahnya
  3. Mengisi Pangkalan Data Sekolah dan Siswa (PDSS). Data siswa yang diisikan hanya yang eligible sesuai dengan ketentuan.

Persyaratan Peserta

 

Siswa SMA/MA/SMK kelas terakhir (kelas 12) pada tahun 2023 yang memiliki prestasi unggul:

  1. Memiliki prestasi akademik dan memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh masing-masing PTN
  2. Memiliki NISN dan terdaftar di PDSS
  3. Memiliki nilai rapor semester 1 s.d. 5 yang telah diisikan di PDSS
  4. Peserta yang memilih program studi bidang seni dan olahraga wajib mengunggah Portofolio.

Pilihan Program Studi

 
  1. Setiap siswa dari jurusan IPA, IPS atau Bahasa dizinkan memilih program studi di PTN 
  2. Setiap siswa dapat memilih dua program studi dari satu PTN atau dua PTN
  3. Jika memilih dua program studi, salah satu harus berada di PTN pada provinsi yang sama dengan SMA/MA/SMK asalnya. Jika memilih satu program studi, dapat memilih PTN yang berada di provinsi mana pun

Portofolio

 

Portofolio ada 11 jenis, sebagai berikut.

  1. Olahraga; 
  2. Seni Rupa, Desain, dan Kriya; 
  3. Tari; 
  4. Teater; 
  5. Musik;
  6. Sendratasik 
  7. Seni Karawitan; 
  8. Etnomusikologi; 
  9. Fotografi; 
  10. Film dan Televisi; 
  11. Seni Pedalangan.

Informasi Umum dan dokumen portofolio dapat dilihat pada menu Unduhan 


Tahapan Pendaftaran

 

*) Pengumuman Kuota: 28 Desember 2022.
Layanan masa sanggah tentang kuota paling lambat Senin, 17 Januari 2023 15.00 WIB.


Ketentuan Pemeringkatan Siswa oleh Sekolah

 
  1. Pemeringkatan siswa dilakukan oleh sekolah dengan memperhitungkan nilai rerata semua mata pelajaran semester 1 sampai dengan semester 5.
  2. Sekolah dapat menambahkan kriteria lain berupa prestasi akademik dalam menentukan peringkat siswa bila ada nilai yang sama. 
  3. Jumlah siswa yang masuk dalam pemeringkatan sesuai dengan ketentuan kuota akreditasi sekolah.

Apa itu CT? Computational Thinking

 Apa itu CT? CT adalah proses berpikir dalam memformulasikan persoalan dan berstrategi dalam menentukan/memilih solusi yang efektif, efisien, optimal untuk dikerjakan oleh agen pemroses informasi (solusi) tersebut. Agen pemroses informasi yang dimaksud adalah manusia atau komputer. Ada tiga hal utama yang terdapat pada definisi CT tersebut, yaitu persoalan, solusi yang efektif, efisien, dan optimal, serta agen pemroses informasi. 1) Persoalan Seringkali terjadi kesalahpahaman tentang permasalahan dan persoalan. Permasalahan adalah gejala-gejala yang tampak di permukaan, sedangkan persoalan adalah penyebab atau akar permasalahan yang “paling potensial” menyebabkan timbulnya gejala-gejala tadi. Misalnya, ada seseorang yang punya masalah kesehatan, yaitu sakit kepala. Sakit kepala itu adalah gejala yang timbul ke permukaan. Tetapi, akar masalahnya bisa bermacam-macam, misalnya kurang tidur, sakit gigi, tumor otak, atau lainnya. Akar masalah inilah yang disebut sebagai persoalan atau problem yang perlu dicarikan solusinya. Solusi untuk sakit kepala karena kurang tidur tentu berbeda dengan solusi sakit kepala karena sakit gigi atau tumor otak. Penyelesaian persoalan atau problem solving ini berkaitan dengan banyak hal, misalnya strategi dan resources/sumber daya yang tersedia. Persoalan dapat berbeda-beda kompleksitasnya. Ada persoalan yang sederhana dan mudah diselesaikan, ada juga persoalan yang kompleks. Persoalan yang kompleks bisa terdiri dari beberapa subpersoalan. Penyelesaiannya pun memerlukan beberapa strategi.

Diskusi Ruang Kolaborasi Topik 1 Pembelajaran Sosial Emosional PPG Prajabatan

Setelah Anda mempelajari 5 Kompetensi Sosial-Emosional (KSE), sekarang saatnya Anda berkolaborasi untuk menyusun teknik-teknik pembelajaran pembelajaran sosial dan emosional tersebut.

Pertanyaan pemantik untuk diskusi:

  1. Jelaskan dengan singkat, padat, dan jelas masalah apa yang dialami oleh Butet!
  2. Berdasarkan pemaparan sebelumnya terkait pembelajaran sosial dan emosional yang sudah dipelajari sebelumnya, hal apa yang akan Anda sarankan untuk Butet?

Selamat datang kembali dalam pembelajaran kita! Mahasiswa akan mendapatkan kesempatan untuk mendiskusikan penerapan lima kompetensi sosial dan emosional yang dibutuhkan dalam sebuah kasus bersama para mahasiswa lain. Tujuan dalam diskusi adalah pengembangan gagasan dan pencapaian pemahaman bersama, sehingga dapat memperkuat pemahaman konsep yang lebih baik. Sebelum Anda melakukan diskusi pada waktu yang telah ditentukan, mohon untuk membaca aturan untuk forum diskusi berikut ini:

Aturan forum diskusi daring:

Sebelum kita melanjutkan sesi diskusi, ada beberapa hal yang perlu kita lakukan agar diskusi dapat berjalan dengan efektif dan produktif:

  1. Bentuklah kelompok minimal beranggotakan 2 (dua) orang, maksimal 3 (tiga) orang.
  2. Diskusi ini bertujuan untuk mengembangkan pemahaman bersama penerapan kompetensi sosial emosional da;am suatu situasi.
  3. Setiap kelompok harus memberikan tanggapan setelah melihat tayangan video/film sesuai pertanyaan yang diberikan.
  4. Sikap terbuka menjadi nilai dasar dari proses diskusi ini.
  5. Membangun pendapat dengan mempertimbangkan tanggapannya terhadap respon/jawaban Mahasiswa lain.

Para Mahasiswa, mari kita baca kasus yang ada di bawah ini. Buatlah refleksi pada kasus.

Selamat membaca dan berefleksi!

Latar Belakang

(konteks guru baru yang humanis, role model, dan belum berpengalaman)

Butet adalah seorang lulusan Sarjana Pendidikan yang sangat mencintai belajar dan berbagi ilmu dengan orang lain. Visi yang dimilikinya adalah seluruh anak-anak di Indonesia, dapat memperoleh pendidikan yang memadai supaya dapat menjadi generasi penerus bangsa yang baik. Penerus bangsa yang menjunjung tinggi nilai nasionalisme dan toleransi dalam setiap perbedaan individu.

Walau dirinya termasuk seorang pribadi yang sulit bersosialisasi dan bergaul, Butet selalu bersemangat ketika dirinya menyiapkan materi dan metode untuk pembelajaran. Selain itu Butet selalu memiliki kesulitan untuk mencairkan suasana sebelum memulai pembelajaran. Butet seringkali merasa khawatir akan respon yang akan diperolehnya saat dirinya berusaha mencairkan suasana kelas. Ia seringkali merasa dirinya sukar mengatur prioritas karena baginya semua hal penting dan mendesaknya untuk segera menyelesaikan secepat mungkin.
Berikut adalah beberapa kasus yang terjadi pada Butet.
Kasus 1
Hari ini adalah pertama Butet masuk ke dalam kelas. Ia merasa sangat bersemangat namun juga merasa khawatir. Saat orientasi guru baru, Butet diberi pengarahan bahwa Butet akan menjadi wali kelas dari kelas yang sangat sulit dikelola. Sebagian besar anak-anak di kelas tersebut adalah anak-anak yang sangat aktif dan seringkali tidak mau mengikuti aturan yang diberikan dari guru-guru sebelumnya. Mendengar hal itu, Butet pun sudah mempersiapkan beberapa rencana dalam memperkenalkan dirinya di depan kelas nantinya. Ketika mendekati masuk ke kelas, Butet merasa khawatir namun cukup percaya diri bahwa dirinya akan mampu menghadapi mereka. Waktu menunjukkan pukul 07.00 WIB tepat, Butet memasuki ruangan kelas dan tiba-tiba se-ember air jatuh di atas kepala Butet. Seluruh kelas pun tertawa terbahak-bahak. Seketika itu juga Butet terbelalak hingga wajahnya memerah. Butet rasanya ingin berteriak namun tidak mampu. Butet hanya berjalan menuju meja guru dan langsung duduk sembari mengeringkan dirinya yang basah kuyup.

Pertanyaan diskusi:

  1. Apakah masalah yang dihadapi Butet? Uraikan dengan padat dan jelas.
  2. Sesuai dengan yang sudah dipelajari pada bagian sebelumnya, bagaimana penerapan kompetensi Sosial-Emosional (KSE) pada masalah tersebut?

Kasus 2

    Dua bulan telah berlalu sejak peristiwa di hari pertama yang lalu. Butet mulai terbiasa dengan ritme pekerjaan yang dimilikinya. Meskipun demikian, Butet merasa lelah dan kehilangan semangat memasuki bulan ketiga. Pada bulan ketiga ini merupakan jadwal penilaian masa percobaan Butet sebagai guru baru. Butet merasa kesulitan mendekatkan diri dengan siswa siswi di kelasnya. Ada lima siswa yang selalu tidak mengumpulkan tugas mandiri dan seringkali mengabaikan peringatan yang diberikan oleh Butet saat proses belajar mengajar berlangsung. Butet kemudian menjadi khawatir hasil evaluasi tiga bulanan ini akan terpengaruh karena hal itu, sehingga Butet mencoba untuk mendekati kelima siswa tersebut. Kelima siswa tersebut sama sekali tidak mengindahkan panggilan dari Butet. Butet bingung dan merasa tidak berdaya.

      Pertanyaan diskusi:

      1. Apakah masalah yang dihadapi Butet? Uraikan dengan padat dan jelas.
      2. Sesuai dengan yang sudah dipelajari pada bagian sebelumnya, bagaimana penerapan Kompetensi Sosial-Emosional (KSE) pada masalah tersebut?

      Kasus 3

        Satu semester akhirnya berhasil dilalui oleh Butet dengan segala tantangan dan peristiwa yang beragam. Butet merasa senang walaupun masih sering khawatir dirinya belum mampu menjadi contoh yang baik untuk anak-anak. Beberapa kali di kelas, Butet sering berteriak saat ingin diperhatikan. Butet merasa bersalah karena harus berteriak-teriak seperti itu, namun Butet pun bingung harus bagaimana mencari perhatian siswa-siswanya itu. Akhirnya Butet pun memutuskan untuk memberikan tugas di beberapa mata pelajaran. Hal ini dilakukan Butet dengan harapan ada siswa yang bingung dan bertanya kepada Butet terkait tugas tersebut. Setelah tugas diberikan, Butet menanti siswa-siswinya akan bertanya, namun kenyataannya tidak ada yang bertanya. Butet kemudian merasa diabaikan dan merasa dirinya semakin tidak berdaya.

          Pertanyaan diskusi:

          1. Apakah masalah yang dihadapi Butet? Uraikan dengan padat dan jelas.
          2. Sesuai dengan yang sudah dipelajari pada bagian sebelumnya, bagaimana penerapan kompetensi Sosial-Emosional (KSE) pada masalah tersebut?

          Jawaban:

          Kasus 1
          1. Butet akan menjadi wali kelas dari kelas yang sangat sulit dikelola. Tantangan di lapangan yang dihadapi tidak mudah, peserta didik yang cukup bermasalah tentang sopan santun, etika, dan moral.
          2. Penerapan KSE:
          Self-awareness (Kesadaran diri): Butet mempersiapkan beberapa rencana dalam memperkenalkan dirinya di depan kelas nantinya.
          Self-management (Manajemen diri): Butet mampu mengelola emosinya ketika mendekati masuk ke kelas, Butet merasa khawatir namun cukup percaya diri bahwa dirinya akan mampu menghadapi mereka.
          Responsible decision making (Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab): Ketika seember air jatuh di atas kepala Butet, Butet mengambil keputusan dengan berjalan menuju meja guru dan langsung duduk sembari mengeringkan dirinya yang basah kuyup.
          Relationship skills (keterampilan sosial): Butet yang mampu mengelola emosinya menunjukkan bahwa Butet tetap ingin menjalin dan mempertahankan hubungan/relasi yang sehat dan efektif dengan peserta didik walaupun peserta didik sangat sulit dikelola. Hal ini terlihat ketika seember air jatuh di atas kepala Butet, Butet tidak menunjukkan emosi marah kepada peserta didik.
          Kasus 2
          1. Masalah yang dihadapi oleh Butet adalah kehilangan motivasi dalam mengajar dan kesulitan dalam menjalin komunikasi dan relasi yang baik dengan peserta didik.
          2. Penerapan KSE:
          Sebenarnya Butet memiliki self-management yang baik terbukti Butet masih mampu bertahan di sekolah tersebut meski sudah mendapat perlakuan kurang baik dari siswa. Namun pada bulan ketiga ternyata Butet kehilangan motivasi dan semangat kerja. Pada bagian Butet menunjukan bahwa dirinya belum bisa memahami mengapa lima siswa yang selalu tidak mengumpulkan tugas mandiri dan seringkali mengabaikan peringatan yang diberikan menunjukan bahwa Butet belum mampu menjalin relationship skills komunikasi dan relasi yang baik dengan peserta didik terbukti dengan peserta didik yang menghiraukan dan tidak mengindahkan perintah Butet. Responsible decision making (Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab): Keputusan yang Butet ambil sudah baik dengan melakukan pendekatan kepada 5 siswa yang bermasalah dalam kelasnya.
          Kasus 3
          1. Masalah yang dihadapi Butet adalah Butet tidak memiliki kemampuan untuk mengelola kelas (tidak mampu menarik perhatian peserta didik). Kemudian langkah yang dilakukan Butet untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah memberikan tugas kepada peserta didik dengan harapan peserta didik akan bingung dan bertanya. Namun strategi yang dilakukan Butet tersebut gagal. Peserta didik tidak ada yang bertanya tentang tugas yang diberikan.
          2. Butet belum mampu melakukan self-management dengan baik (berteriak), namun Butet memiliki kesadaran bahwa hal yang dilakukan tersebut salah. Permasalahan tersebut mempengaruhi kemampuan berelasi (relationship skills) Butet dengan peserta didik. Butet juga belum memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan yang baik yakni dengan cara memberikan tugas kepada peserta didik untuk menarik perhatian peserta didik.

          Contoh penerapan untuk masing-masing fondasi CT Computational Thinking dalam kehidupan sehari-hari

          TOPIK 1

          EKSPLORASI KONSEP

          02.04. Lembar Kerja Mahasiswa

          1.      Sampai saat ini, Anda sudah mendapatkan contoh-contoh implementasi CT dalam kehidupan sehari-hari. Dalam contoh-contoh tersebut, dapat dilihat bahwa CT dapat diterapkan dengan ataupun tanpa menggunakan “komputer”. Tuliskanlah hal atau persoalan apa yang zaman sekarang tidak memakai “komputer”, TIK, dan robot tapi membutuhkan CT!
          2.      Tuliskan dan jelaskan minimal satu contoh penerapan untuk masing-masing fondasi CT dalam kehidupan sehari-hari! Contoh yang Anda berikan dapat mengandung lebih dari satu fondasi.

          Jawab:

          1.      Memasak nasi, membuat kopi, memasak bubur ayam, mencuci pakaian, membuat jus alpukat

          2.      Contoh penerapan

          a.       Mencuci pakaian

          ·         Dekomposisi: Pada awal ini menentukan hingga mengelompokan pakaian berbagai jenis sendiri yang akan di cuci, menyiapkan alat cuci hingga ember dan memahami proses pencucian.

          ·         Pengenalan pola: Mengetahui pola dalam mencuci pakaian dari memilah pakaian untuk dicuci, memperkirakan detergen dan air yang akan dibutuhkan.

          ·         Abstraksi: Setelah mengetahui berbagai pakaian yang kotor akan dilanjutkan dengan memahami pakaian yang kotor, menyatukan pakaian hingga mencucinya dan menjemurnya.

          ·         Algoritma: Setelah mengetahui langkah di atas dari pemecahan mencuci pakaian dari memilah pakaian, menyiapkan alat, mencuci hingga menjemur.

          b.      Membuat jus alpukat

          ·         Dekomposisi: Pada tahap awal membuat jus alpukat, mari kita menyiapkan langkah-langkah untuk memecahkan masalah dengan menyiapkan air, es batu, alpukat hingga blender atau juicer.

          ·         Pengenalan pola: Pengenalan pola dengan memahami dalam proses membuat jus alpukat dari memasukan air dulu, memisahkan daging dari kulit alpukat, memasukkan bahan menjadi satu di dalam blender/juicer hingga menyalakan blender/juicer tersebut.

          ·         Abstraksi: Sebuah pandangan beberapa alpukat yang dibutuhkan dalam membuat jus alpukat, masukan alpukat di blender/juicer beserta air secukupnya dan nyalakan.

          ·         Algoritma: Sudah memahami polanya dari di atas, masukan alpukat secukupnya, air secukupnya hingga nyalakan blender/juicer.

          Filosofi Pendidikan Indonesia

          Mata kuliah ini mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan mahasiswa dalam memaknai dan menghayati dasar-dasar Pendidikan Ki Hajar Dewantara (KHD) sebagai sebuah filosofi pengembangan Pendidikan Nasional. Mata kuliah ini melatih mahasiswa untuk secara reflektif, kritis dan kolaboratif menelaah pemikiran-pemikiran KHD dan bagaimana strateginya dalam mewujudkan Pendidikan yang berpihak pada anak sesuai dengan keberagaman konteks sosial budaya dan nilai-nilai luhur Indonesia. Proses perkuliahan dilakukan dengan menekankan dialog kritis sehingga mahasiswa menjadi lebih reflektif dan tajam dalam mengkritisi praktik baik-praktik baik Pendidikan yang berpihak pada murid.


          Pendahuluan - MK. Filosofi Pendidikan Indonesia

          Done: Go through the activity to the end

          Kata Pengantar

          Salam dan Bahagia,

          Mata Kuliah Filosofi Pendidikan Nasional merupakan ajakan untuk menumbuhkan imperatif edukatif-moral para guru di dalam diri sendiri, komunitas para guru dan para peserta didik. Hidup dan bertumbuh di bumi Indonesia adalah berkat dan karunia yang mewarisi kekayaan berlimpah budaya dan nilai-nilai religius-kemanusiaan yang ditanamkan dalam sanubari melalui pendidikan di dalam keluarga, masyarakat adat dan budaya setempat. Rasa syukur atas warisan nilai-nilai merupakan dorongan positif yang memuat tanggung jawab untuk mengembangkan pendidikan yang berakar pada konteks Keindonesiaan. Kita perlu menumbuhkan keyakinan bahwa menjadi guru adalah panggilan, tugas dan pilihan hidup yang bernilai. Belajar dari tokoh pendidikan nasional memiliki makna ganda, yakni  menyerap pengetahuan dan ide-ide  tentang pendidikan dan mengobarkan semangat kerelaan dan kemurahan hati untuk mendampingi proses tumbuh kembang secara integral  para generasi penerus bangsa. Menjadi guru adalah pewaris semangat dan jiwa gotong-royong untuk saling belajar, berkarya dan berjuang demi kemajuan bangsa lewat dunia pendidikan. 

          Mata kuliah ini menguatkan visi diri mahasiswa tentang ‘Pendidikan itu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya sebagai manusia dan anggota masyarakat’. Karena pendidikan itu menuntun maka tugas utama sebagai pendidikan adalah menuntun. Dalam proses menuntun, mahasiswa perlu memahami tentang manusia Indonesia melalui pemahaman dan pemaknaan yang mendalam tentang Pancasila sebagai identitas dan entitas manusia Indonesia.

          Pancasila menjadi pendoman Pendidikan Nasional maka mari kita saling belajar untuk menumbuhkan spiritualitas, intelektualitas, motivasi dan kebanggaan sebagai guru yang terus membuka diri untuk belajar sambil berkarya dan berkarya yang menumbuhkan semangat saling belajar. Belajar menjadi ruang perjumpaan untuk menguatkan panggilan diri sebagai seorang guru dan manusia untuk menuntun kekuatan kodrat murid menjadi manusia Indonesia sesuai Profil Pelajar Pancasila.



          Salam

          Pengembang MK Filosofi Pendidikan Nasional


          Capaian Pembelajaran Mata Kuliah Filosofi Pendidikan Nasional

          1. Mahasiswa memiliki pemahaman kritis dan reflektif tentang dasar-dasar Pendidikan Ki Hadjar Dewantara (KHD),

          2. Mahasiswa memiliki keterampilan mengelola pembelajaran yang berpihak pada peserta didik pada konteks lokal kelas dan sekolah agar terwujudnya sekolah sebagai pusat pengembangan karakter,

          3. Mahasiswa memiliki sikap reflektif-kritis dalam menerapkan pembelajaran yang berpihak pada peserta didik sesuai dengan Filosofi Pendidikan Nasional dan Pancasila


          Asesmen


          Daftar Pusataka

          Alberto Torres, Carlos, Democracy, Education, and Multiculturalism: Dilemas of Citizenship in a Global World (Maryland: Rowman and Litlefield Publishers, 1998).

          Alston,W. P., “Religious Belief and Values”,  Faith and Philosophy, XVIII,  (Januari 2001), 36-49.

          Armada Riyanto dkk (ed.) (2015). Kearifan Lokal-Pancasila: Butir-butir Filsafat Keindonesiaan. Yogyakarta: Kanisius. 

          Bung Karno. (1960). Pantjasila Dasar Filsafat Negara. Djakarta: Jajasan Empu  Tantular.

          Chethimattam, J.B., “New Religius Movements and Popular Religiusity”, Rethinking New Religious Movements.  (Roma: Research Center  On  Cultures and Religions- Pontifical Gregoriana University, 1998),  631-644. 

          Dewantara, K.H. (2009). Menuju Manusia Merdeka. Yogyakarta: Leutika

          Eliharni. (2016). “The Challenge of Religious Education in Indonesia Multiculturalism”. Journal of Education and Human Development, 5(4): 1-24.

          Endro, Gunardi. (2016). Tinjauan Filosofis Praktik Gotong Royong. Respon: Jurnal Etika Sosial. 21 (1): 89-112. DOI: https://doi.org/10.25170/respons.v21i01.526

          Hans, Nicolas, Comparative Education: A Study of Educational Factors and Traditions, (London: Routledge Paperback, 1967).

          Heidegger, M. (1962). Being and Time. (English translation by John Macquarrie & Edward Robinson). New York: Harper & Row. 

          Hijriana. (2020). “Building Indonesian Humanity through Civic Education in High School”. Journal La Edusci. 01 (4): 26-30.

          Husain HPW., Nazar. (2014). Interreligious Relation and Violence On Religion in Indonesia Religion Philosophical Perspective.  Al-Ulum. 14(2): 311-324.

          Husserl, E., The Basic Problem of  Phenomenology Vulme XII, English  transl. by Ingo Faris & James G. Hart (Springer: Dordrecht, 2006).

          Husserl, E., General Introduction to Pure Phenomonolgy Vilume II, English transl. by F. Kerseten (Dordrecht: Kluwer Academic Publishers, 1983)

          Ibnu Mujib-Yance Z. Rumahuru, Paradigma Transformatif Masyarakat Dialog: Membangun Fondasi Dialog Agama-agama Berbasis Teologi Humanis (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010).

          Inandiak-Heri Dono, Elizabeth D., Merapi Omahku (Yogyakarta: Babad Alas, 2010).

          Kaelan. (2002). Filsafat Pancasila: Pandangan Hidup Bangsa Indonesia.Yogyakarrta: Paradigma.

          Kaelan. (2016). Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.

          Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Aksara Baru:, Jakarta, 1979).

          Kusuma, Jamaludin Hadi and Sulistiyono Susilo. (2020). Intercultural and Religious Sensitivity among Young Indonesian Interfaith Groups. Religions. 11 (26): 3-22.

          Mamani, Vicenta, “Popular Religiosity and Evangelism in Anumara Culture”, International Review of Mission 82 (2011), 391 - 400.

          Manchala, Deenabandhu , “Theological Reflections on Pilgrimage”, The Ecumenical Review 66 (2014), 139-145.  

          Mangunwijaya, Y.B. (2020[1]). Sekolah Merdeka: Pendidikan Pemerdekaan. Jakarta: Penerbit Kompas.

          Mangunwijaya, Y.B. (2020 [2]). Menumbuhkan Sikap Religius Anak-anak. Jakarta: Penerbit Kompas.

          Mangunwijaya,  YB., Manusia, Pasca modern, Semesta dan Tuhan: Renungan Filsafat Hidup Manusia Modern (Kanisius: Yogyakarta, 1999). 

          Mangunwijaya, Y.B., “Menumbuhkan Sikap Religius Anak-anak”, dalam Dari Pelajaran Agama ke Pendidikan Religiositas (Yogyakarta: Dinamika Edukasi Dasar-Misereor, 2005), 47-53. 

          Mondin, B., Filosofia della Cultura e dei Valori (Milano: Massimo, 1994).

          Na’imah, Sukiman, & Nurdin, Indra Fajar. (2017). Developing The Model Of Inclusive Religious Education At Indonesia And Thailand Elementary Schools. IORS Journal of Research & Method in Education (IOSR –JRME). 7(5): 1-39.

          Nuryanto, Agus M. (2014). “Comparing Religious Education in Indonesia and Japan”. Al-Jāmi‘ah: Journal of Islamic Studies. 52 (2): 435-458.

          Octaviani, Wendy Anugrah. (2018). Urgensi Memahami dan Mengimplementasikan Nilai-nilai Pancasila dalam Kehidupan Sehari-hari sebagai Sebuah Bangsa. Jurnal Bhineka Tunggal Ika. 5(2): 123-128.

          Painadath, Sebastian, Spiritual Co-Pilgrims: Toward a Christian Spirituality in Dialogue with Asian Religions (Quezon City: Claretian Publications, 2014),

          Pedersen, Lane. (2016). Religious Pluralism in Indonesia. The Asia Pacific Journal of Anthropology. 17(5); 387-398. https://doi.org/10.1080/14442213.2016.1218534.

          Rafael, Simon (2020). Refleksi Filsofis Pendidikan Ki Hadjar Dewantara. Modul Program Guru Penggerak, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.

          Riyanto, Agus. (2006). Pengamalan/Aplikasi Nilai-nilai Pancasila dalam Aspek Pengelolaan Lingkungan Hidup. Yustisia. 6: 1-6. 

          Rosidin. (2016). Role of Local Wisdom in Preserving the Religious Harmony of Samin Community in Blimbing Blora. International Journal of Latest Research in Science and Technology. 5 (2): 25-30.

          Shofiana, Gabrielia Febrianty. (2014). Philosophy, Pancasila and Modern Technology. Yuridika. 29 (2): 139-148.

          Siswoyo, D. (2013). Philosophy of education in Indonesia: Theory and thoughts of institutionalized state (PANCASILA). Asian Social Science, 9(12), 136.

          Sulianti, Ani. (2018). “Revitalisasi Pendidikan Pancasila dalam Pembentukan Life Skill”. Citizenship Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan. 6 (2): 111-117. http://e-journal.unipma.ac.id/index.php/Citizenship

          Sudiarja, A, Agama (di Zaman) yang Berubah (Yogyakarta: Kanisius, 2006),

          Widisuseno, Iriyanto. (2014). Azas Filosofis Pancasila sebagai Ideologi dan Dasar Negara. Humanika. 20(2). 62-66.

          BANK SOAL SBMPTN 2020

          http://pendekarsakti-sbmptn.blogspot.co.id/

          Pendekar Sakti. Powered by Blogger.
          Copyright © Pendekar SBMPTN | Web Resmi | Designed By Tim Pendekar | Pendekar Sakti